Jumat, 16 Mei 2014

filososi air

Ia dapat menjelma menjadi rahmat dari surga namun dilain waktu dapat dianggap menjadi malapetaka. Contohnya ketika di gurun ia seumpama barang mahal yang merupakan rahmat dari Surga. Namun ketika keberadaanya melimpah ruah hingga menggenangi perkotaan maka ia dianggap sebagai malapetaka. Ia sebagai wujud dari kasih Tuhan namun juga dapat dianggap menjadi wujud murka Tuhan. Kasih Tuhan seakan berdiam di dalamnya ketika menghilangkan dahaga. Namun dalam keadaan lain seakan-akan angkara murka membimbingnya ketika ia menenggelamkan kota. Ia mampu membisikkan melodi surga dan dapat pula menghembuskan nafas neraka.
Di suatu tempat ia didamba melebihi emas permata. Segala harta benda dijual untuk menukar dengannya. Kadang nyawalah yang menjadi taruhannya. Namun di sisi dunia lain dalam keadaan lain kehadirannya tak dikehendaki. Ironis sekali. Segala makluk lari terbirit-birit menjauhi. Segala doa terpanjatkan untuk memohon dijauhkan darinya.
Mereka tidak mengenal siapa dia sebenarnya hingga disangkutpautkan dengan hal buruk dan baik. Mereka hanya melihat dua hal ini: jika ia menguntungkan mereka maka dipercaya sebagai rahmat dari sang pencipta, namun jika merugikan mereka maka dianggap sebagai sekutu dari yang jahat. Dan keanehan lain: ketiadaanya juga dianggap sebagai kutukan dan malapetaka. Jadi ia ada maupun tidak ada sama saja: ada yang suka dan ada yang tidak suka. Itu yang dipermasalahkan hanya suka dan tidak suka bukan hal lain yang lebih mendasar. Bukankah ia datang dan pergi begitu saja tanpa ada kehendak darinya, bahkan ia akan berada di mana, pergi ke mana, dalam bentuk apa ia tak pernah tahu menahu. Ia disalah mengerti. Ia tinggal dalam wilayah luar hal yang dapat dipahami dan juga luar hal yang tidak dapat dipahami. Ia misterius dan juga hal biasa. Membingungkan namun juga tak membingungkan. Ia seakan bermuka ganda. Diam. Hening. Kosong.

xxiiixx
Tidak sedikit orang yang punya pendapat beraneka terhadap keberadaan air. Disaat segala sesuatunya dalam situasi baik maka dianggapnya air sebagai yang suci. Namun jika keadaan berbalik negatif maka air dianggapnya sebagai pembawa malapetaka. Namun apakah air terpengaruh oleh sifat manusia itu? Tidak. Ia tetap menjadi dirinya. Yang selalu membawa kebaikan menski kadang disalah persepsikan sebagai yang jahat. Ia tidak takut apapun demi menjalankan kebaikan. Biarlah orang berpendapat apa, karena semua orang punya hak untuk berpendapat berdasar pikirannya masing-masing. Namun sedikitpun air tidak terpengaruh. Pendiriannya kokoh seperti langit yang tak pernah runtuh. Karena di dunia ini meski ada manusia suci sekali pun pasti ada orang yang menilai kurang baik. Pada dasarnya yang kurang baik itu bukan dia yang suci tetapi mereka yang menilai sesuka hati. Manusia menilai baik atau buruk tidak berdasar kebenarannya tetapi menurut naluri semata, bahwa sesuatu itu menguntungkan dirinya atau tidak. Jika menguntungkan maka dianggap baik, tetapi jika merugikan maka dianggap musuh.
Logika sederhana untuk menggambarkan penjelasan di atas adalah sebut saja para pejuang kemerdekaan Indonesia. Mereka para pejuang dielu-elukan oleh rakyat Indonesia sebagai bahlawan bangsa. Namun sebaliknya bagi penjajah Belanda mereka adalah pemberontak yang harus dihabisi.

ihbfdfosdfkkdjkm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar