Ia dapat menjelma menjadi rahmat dari surga namun dilain waktu dapat dianggap menjadi malapetaka. Contohnya
ketika di gurun ia seumpama barang mahal yang merupakan rahmat dari
Surga. Namun ketika keberadaanya melimpah ruah hingga menggenangi
perkotaan maka ia dianggap sebagai malapetaka. Ia sebagai wujud dari kasih Tuhan namun juga dapat dianggap menjadi wujud murka Tuhan. Kasih
Tuhan seakan berdiam di dalamnya ketika menghilangkan dahaga. Namun
dalam keadaan lain seakan-akan angkara murka membimbingnya ketika ia
menenggelamkan kota. Ia mampu membisikkan melodi surga dan dapat pula menghembuskan nafas neraka.
Di suatu tempat ia didamba melebihi
emas permata. Segala harta benda dijual untuk menukar dengannya. Kadang
nyawalah yang menjadi taruhannya. Namun di sisi dunia lain dalam
keadaan lain kehadirannya tak dikehendaki. Ironis sekali. Segala makluk
lari terbirit-birit menjauhi. Segala doa terpanjatkan untuk memohon
dijauhkan darinya.
Mereka tidak mengenal siapa dia
sebenarnya hingga disangkutpautkan dengan hal buruk dan baik. Mereka
hanya melihat dua hal ini: jika ia menguntungkan mereka maka dipercaya
sebagai rahmat dari sang pencipta, namun jika merugikan mereka maka
dianggap sebagai sekutu dari yang jahat. Dan keanehan lain: ketiadaanya
juga dianggap sebagai kutukan dan malapetaka. Jadi ia ada maupun tidak
ada sama saja: ada yang suka dan ada yang tidak suka. Itu yang
dipermasalahkan hanya suka dan tidak suka bukan hal lain yang lebih
mendasar. Bukankah ia datang dan pergi begitu saja tanpa ada kehendak
darinya, bahkan ia akan berada di mana, pergi ke mana, dalam bentuk apa
ia tak pernah tahu menahu. Ia disalah mengerti. Ia tinggal dalam wilayah
luar hal yang dapat dipahami dan juga luar hal yang tidak dapat
dipahami. Ia misterius dan juga hal biasa. Membingungkan namun juga tak
membingungkan. Ia seakan bermuka ganda. Diam. Hening. Kosong.
xxiiixx
Tidak sedikit orang yang punya
pendapat beraneka terhadap keberadaan air. Disaat segala sesuatunya
dalam situasi baik maka dianggapnya air sebagai yang suci. Namun jika
keadaan berbalik negatif maka air dianggapnya sebagai pembawa
malapetaka. Namun apakah air terpengaruh oleh sifat manusia itu? Tidak.
Ia tetap menjadi dirinya. Yang selalu membawa kebaikan menski kadang
disalah persepsikan sebagai yang jahat. Ia tidak takut apapun demi
menjalankan kebaikan. Biarlah orang berpendapat apa, karena semua orang
punya hak untuk berpendapat berdasar pikirannya masing-masing. Namun
sedikitpun air tidak terpengaruh. Pendiriannya kokoh seperti langit yang
tak pernah runtuh. Karena di dunia ini meski ada manusia suci sekali
pun pasti ada orang yang menilai kurang baik. Pada dasarnya yang kurang
baik itu bukan dia yang suci tetapi mereka yang menilai sesuka hati.
Manusia menilai baik atau buruk tidak berdasar kebenarannya tetapi
menurut naluri semata, bahwa sesuatu itu menguntungkan dirinya atau
tidak. Jika menguntungkan maka dianggap baik, tetapi jika merugikan maka
dianggap musuh.
Logika sederhana untuk menggambarkan penjelasan di atas adalah sebut saja para pejuang kemerdekaan Indonesia. Mereka para
pejuang dielu-elukan oleh rakyat Indonesia sebagai bahlawan bangsa.
Namun sebaliknya bagi penjajah Belanda mereka adalah pemberontak yang
harus dihabisi.ihbfdfosdfkkdjkm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar